
Ketua Umum Gerakan Cinta Prabowo, H.Kurniawan mendapatkan abolisi, seperti yang juga diterima oleh oleh Tom Lembong.
Seperti diketahui bahwa Ketua Umum Gerakan Cinta Prabowo, H.Kurniawan menjadi korban “Mei Kelabu” tahun 2019, yang pasca dilaksanakan Pilpres.
Kala itu H.Kurniawan mengorbankan jiwa untuk membela sosok Prabowo Subianto, bersama ratusan tapol lainnya.

“Dengan Syukur Alhamdulillah saya H.Kurniawan dapat abolisi dari Presiden Prabowo yang mendapatkan penjara setahun di era Jokowi. Saya ketum GCP bersama relawan tragedi. Mei kelabu 2019 berharap peristiwa ini tidak terjadi ke depan,”
Pantas Mendapatkan Apresiasi Atas Loyalitas dan Kesetiaan
Dengan kondisi seperti ini dan perjuangan yang tidak mudah bahkan berdarah-darah, sudah selayaknya sosok seperti H.Kurniawan mendapatkan apresiasi yang lebih atas perjuangan yang konsisten membela sosok Prabowo Subianto yang kini telah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.
“Sudah sepantasnya orang-orang yang menjadi korban dari peristiwa itu bisa diberikan apresiasi dan dipikiran jasanya agar bisa berkiprah lebih luas di era presiden Prabowo,
Karena mereka adalah sosok yang berkorban diri berani berjuang mempertaruhkan nyawa membela Prabowo Subianto meski harus di penjara,” katanya.
H.Kurniawan juga mengatakan, kini banyak rekan-rekan seperjuangannya yang dulu berjuang bersama telah meninggalkan dirinya. “ Banyak diantara pejuang pembela Prabowo yang gugur dan cacat serta trauma akibat tragedi Mei Kelabu, mereka adalah pejuang setia dan pejuang demokrasi,” tutupnya.
Untuk diketahui, Abolisi merupakan hak prerogatif dan kewenangan konstitusional Presiden untuk menghapuskan seluruh akibat hukum dari putusan pengadilan atau menghapuskan tuntutan pidana kepada seorang terpidana. Termasuk melakukan penghentian apabila putusan tersebut telah dijalankan.

Ketua Umum Gerakan Cinta Prabowo. H.Kurniawan (kanan)
Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Abolisi dan Amnesti menyebutkan, “Dengan pemberian amnesti semua akibat hukum pidana terhadap orang-orang termaksud dalam pasal 1 dan 2 dihapuskan. Dengan pemberian abolisi maka penuntutan terhadap orang-orang yang termaksud dalam pasal 1 dan 2 ditiadakan”.
Sementara mengacu Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, “Presiden memberi abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR yang menegaskan bahwa keputusan ini tidak dapat diambil secara sepihak tanpa mekanisme check and balance dari lembaga legislatif”.
Menurut Pasal 1 UU 11/1954, menyebutkan, “Presiden, atas kepentingan Negara, dapat memberi amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang telah melakukan sesuatu tindakan pidana. Presiden memberi amnesti dan abolisi ini setelah mendapat nasihat tertulis dari Mahkamah Agung yang menyampaikan nasihat itu atas permintaan Menteri Kehakiman”.
Sementara Pasal 4 UU 11/1954 menyebutkan, “Dengan pemberian amnesti semua akibat hukum pidana terhadap orang-orang termasuk dalam Pasal 1 dan 2 dihapuskan. Dengan pemberian abolisi maka penuntutan terhadap orang-orang yang termaksud dalam Pasal 1 dan 2 ditiadakan”.
Melalui UU 11/1954 pemberian abolisi, penuntutan terhadap orang yang mendapat abolisi ditiadakan, sehingga proses hukum tidak dilanjutkan atau dihentikan. Dalam praktiknya, abolisi diberikan melalui Keputusan Presiden (Keppres). Misalnya Keppres Nomor 115 Tahun 2000 dan Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2001 yang secara eksplisit menyebut, dengan pemberian abolisi, semua penuntutan terhadap tersangka yang bersangkutan ditiadakan