
Presiden Prabowo (kanan) ditemani menteri ESDM Bahlil Lahadalia (kiri)
Oleh: Dr. Anggawira, Sekretaris Jenderal BPP HIPMI/ Ketua Umum ASPEBINDO
Di tengah dinamika global yang dipenuhi ketegangan geopolitik dan ancaman krisis energi, Indonesia justru menghadirkan potret kepemimpinan yang jarang kita temui: kuat dalam visi, tangguh dalam eksekusi, tetapi tetap hangat secara personal. Presiden Prabowo Subianto menunjukkan bahwa kepemimpinan nasional tidak harus selalu kaku dan elitis—ia bisa menjadi tegas dalam strategi, namun tetap humanis dalam relasi.
Hal ini tercermin dalam momen ringan yang terjadi saat peresmian proyek pembangkit listrik nasional. Ketika Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan laporan terkait keberhasilan program elektrifikasi di Papua, Prabowo dengan senyum khasnya menyela, “Ini Menteri ESDM juga dari Papua rupanya ya… Nasib kau baik jadi menteri.” Candaan itu disambut tawa lepas dari Bahlil yang menimpali, “Nasib agak baik karena jadi Menteri ESDM. Kalau menteri lain, parah juga kelihatannya.”
Sekilas seperti candaan antara senior dan yunior, Tapi di balik itu, publik menyaksikan model kepemimpinan yang berakar pada rasa percaya, saling menghargai, dan semangat kolaboratif. Nilai-nilai ini krusial, terutama ketika bangsa sedang menghadapi tantangan serius dalam sektor energi nasional.
Energi sebagai Isu Geopolitik dan Ketahanan Bangsa
Saat ini, energi telah menjadi alat geopolitik global. Ketegangan di Timur Tengah, fluktuasi harga minyak dunia, hingga ancaman terhadap jalur vital seperti Selat Hormuz berdampak langsung pada stabilitas pasokan dan harga energi dunia. Di tengah kondisi ini, negara-negara dituntut tidak hanya memiliki sumber daya, tapi juga kapasitas kepemimpinan yang mampu mengelola energi sebagai instrumen kedaulatan dan keadilan.
Presiden Prabowo, sejak awal, menempatkan ketahanan energi sebagai pilar strategis pembangunan nasional. Dalam berbagai kesempatan, ia menegaskan pentingnya memperkuat hilirisasi, membangun infrastruktur energi dari hulu ke hilir, dan memastikan seluruh rakyat—termasuk di wilayah terluar dan tertinggal—mendapat akses terhadap listrik dan bahan bakar yang layak.
Kolaborasi Antargenerasi: Prabowo dan Bahlil sebagai Model
Kepemimpinan Prabowo juga menunjukkan kapasitas untuk memberi ruang kepada generasi muda. Penunjukan Bahlil Lahadalia sebagai Menteri ESDM adalah bentuk kepercayaan terhadap kemampuan anak muda, terlepas dari asal-usul atau latar belakangnya. Prabowo tidak sekadar mencari loyalitas, tetapi kinerja, integritas, dan keberanian dalam mengambil keputusan.
Bahlil, dengan pendekatan eksekusinya yang cepat, adaptif, dan bersentuhan langsung dengan akar rumput, menjadi representasi anak muda Indonesia yang diberi kepercayaan. Di tangan duet Prabowo–Bahlil, program gasifikasi, pembangunan PLTS dan PLTMH, serta penataan tata niaga energi primer tidak hanya berjalan, tapi mulai menunjukkan dampak riil di lapangan.
Energi untuk Semua: Dari Kekuasaan ke Pelayanan
Pembangunan energi seharusnya bukan sekadar proyek infrastruktur. Ia adalah alat keadilan. Di sinilah politik energi Prabowo menjadi relevan—yakni politik yang berpihak pada rakyat, yang melihat energi sebagai hak, bukan sekadar komoditas. Dengan tetap menjaga stabilitas nasional dan membuka kerja sama internasional secara cermat, Indonesia di bawah Prabowo bergerak menuju arah yang lebih berdaulat dalam urusan energi.
Yang menarik, semua itu dilakukan tanpa kehilangan wajah manusiawi seorang pemimpin. Prabowo tidak ragu bergurau, mencairkan suasana, bahkan menertawakan dirinya sendiri. Namun di balik tawa itu, ada agenda besar: menegakkan kedaulatan energi Indonesia dan menyejahterakan rakyat hingga pelosok.
Penutup
Dalam figur Prabowo, publik melihat bahwa politik bisa tegas tanpa menjadi otoriter, dan kekuasaan bisa akrab tanpa menjadi lemah. Kepemimpinan yang menggabungkan visi besar dengan pendekatan personal seperti inilah yang menjadi harapan banyak pihak di tengah dunia yang makin kompleks dan penuh tekanan.
Prabowo dan politik energi yang humanis bukan hanya soal gaya memimpin—tetapi tentang bagaimana menjadikan negara hadir secara nyata, adil, dan penuh empati. Dan di sinilah letak kekuatan kepemimpinan sejati.