
Presiden Prabowo Subianto.
Presiden RI Prabowo Subianto punya cara sendiri agar dollar tak kabur dari Indonesia untuk kuatkan rupiah dan stabilkan pasar di tengah badai perang dagang di dunia.
Kiat itu adalah penempatan dan pemanfaatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) untuk mendorong agar devisa, khususnya dari ekspor sektor sumber daya alam, tidak lagi parkir di luar negeri.
Dari Janji Kampanye Menjadi Kebijakan Nyata
Langkah Prabowo yang mewajibkan 100% DHE ekspor disimpan di Tanah Air sempat menuai perdebatan. Namun kini, pendekatan itu mulai menunjukkan hasil positif. Kebijakan ini mampu memperkuat nilai tukar rupiah dan menopang cadangan devisa. Ini juga bisa menambah likuiditas pasar domestik tanpa menekan pelaku usaha secara ekstrem.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan ketahanan ekonomi Indonesia kuat tercermin dari beberapa hal seperti defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD), hingga posisi cadangan devisa Indonesia
Berkat kebijakan Prabowo ini, posisi cadangan devisa Indonesia per akhir Maret mencatatkan all time high di level US$157,1 miliar atau setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dengan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Jauh di atas standar kecukupan internasional sebesar tiga bulan impor.
DHE Sebagai Penggerak Ekonomi Domestik
Langkah DHE 100% ditempatkan di bank lokal ini dinilai sebagai transformasi strategis dalam pengelolaan hasil ekspor nasional.
Penempatan DHE dalam negeri bukan sekadar menjaga cadangan devisa, tetapi juga memperkuat peran sektor ekspor sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Dana ini bisa dialirkan kembali ke sektor riil melalui kredit berbasis agunan DHE.
Kehadiran instrumen seperti SVBI dan SUVBI mempermudah eksportir menyimpan devisa tanpa kehilangan akses atas likuiditas, sementara bank mendapat jaminan kredit yang lebih kuat.
Menuju Ekonomi Berdaulat
Kebijakan DHE ini bukan hanya soal devisa atau nilai tukar, tapi soal arah baru ekonomi nasional. Di era kepemimpinan Prabowo, Indonesia berupaya membalik arah: dari ekonomi yang terlalu bergantung pada arus modal asing, menuju ekonomi berbasis kekuatan internal—terutama ekspor SDA.
Dengan likuiditas valas yang lebih terkendali, perbankan yang lebih agresif menyalurkan kredit produktif, serta stabilitas moneter yang terjaga, Indonesia berpeluang memperkuat kemandirian ekonomi tanpa harus mengorbankan pertumbuhan.